4.17.2009

PNEUMOTHORAKS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu

1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.

2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.

3) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada empiema.

Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-30tahun.

Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Mahasiswa dan mahasiswi mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks di Ruang Public Wings lantai VI RSCM.

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus makalah ini adalah mahasiswa / i dapat melakukan dan menentukan :

a. Pengkajian pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

b. Diagnosa Keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

c. Rencana tindakan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

d. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

e. Evaluasi keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

f. Mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

g. Pemecahan masalah dalam asuhan keperawatan yang ditemukan adanya hambatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

C. Metode Penulisan

Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1) Wawancara

Dengan cara menanyakan klien mengenai perjalanan penyakit Tn. K hingga kondisinya saat ini.

2) Observasi

Dengan cara mengamati keadaan dan perkembangan klien setiap hari.

3) Study Dokumentasi

Dengan cara membaca dan mempelajari status klien berupa catatan medis dan catatan keperawatan

4) Study Kepustakaan

Dengan cara membaca dan mengambil materi buku dari buku sumber sehingga mempunyai gambaran antara teori dengan kasus nyata.

5) Pemeriksaan Fisik

Dengan cara melakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki ( Head to

toe ) terutama pada bagian pernapasan klien.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : terdiri dari latar belakang, tujuan umum, khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan teoritis terdiri dari pengertian, patofisiologi, etiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis, konsep dasar asuhan keperawatan, pengkajian, diagnosa keperawatan, prinsip-prinsip intervensi keperawatan serta evaluasi.

Bab III Tinjauan kasus menguraikan tentang gambaran kasus, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi.

Bab IV Pembahasan menguraikan tentang perbandingan analisa antara teori dan praktek termasuk factor pendukung dan penghambat serta solusi pemecahan masalah.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Daftar pustaka

Lampiran

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

I. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.

Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.

Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.

Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.

Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.

Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ; penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan elastin) paru-paru.

Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

II. Pneumotoraks

1. Pengertian

Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).

2. Etiologi

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :

· Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)

Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.

· Tension Pneumotoraks

Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

3. Patofisiologi

a. Patofisologi narasi :

Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.

b. Patofisiologi skema :

4. Manifestasi Klinis

Hampir seluruh pasien mengeluhkan nyeri dada ringan sampai berat pada salah satu sisi dada dan dispnea. Gejala biasanya bermula pada saat istirahat dan berakhir dalam 24 jam.

Pneumotoraks dengan kegagalan pernapasan yang mengancam jiwa dapat pula terjadi bila asma dan PPOK yang mendasari muncul, hal ini benar-benar terlepas dari ukuran pneumotoraks. Jika ukuran pneumotoraks kecil (<>

Adanya tension pneumotoraks perlu dicurigai bila terjadi takikardi berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum / trakea, serta terdengar resonansi yang tinggi.

5. Pemeriksaan Fisik

· Ada / tidaknya dispnea (jika luas)

· Ada / tidaknya nyeri pleuritik hebat

· Ada / tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks

· Ada / tidaknya takikardi

· Ada / tidaknya sianosis

· Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

· Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps

· Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena

· Fremitus vokal dan raba berkurang.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri dapat menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.

Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada pemeriksaan radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang akan memberikan gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormal.

7. Komplikasi

Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini mungkin mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo - mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus / bronkus.

8. Penatalaksanaan Medis

1) Farmakologi

· Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.

· Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter / kateter drainase yang lebih besar)

· Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic untuk memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks

· Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada

· Pemeriksaan radiologi

Peranan pemeriksaan radiologi antara lain:

1) Kunci diagnosis.

2) Penilaian luasnya pneumotoraks.

3) Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.

Pada pneumotoraks yang sedang sampai berat foto konvensional (dalam keadaan inspirasi) dapat menunjukkan adanya daerah yang hiperlusen dengan pleural line di sisi medialnya; tetapi pada pneumotonaks yang minimal, foto konvensional kadang-kadang tidak dapat menunjukkan adanya udara dalam rongga pleura; untuk itu diperlukan foto ekspirasi maksimal, kadang-kadang foto lateral dekubitus. Hinshaw merekomendasikan membuat foto pada 2 fase inspirasi dan ekspirasi, karena akan memberikan informasi yang lebih lengkap tentang:

- Derajat/luasnya pneumotoraks.

- Ada/tidaknya pergeseran mediastinum.

- Menunjukkan adanya kista dan perlekatan pleura lebih jelas dari pada foto konvensional.

2) Diit

Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

9. Tanda dan Gejala

a. Sesak napas berat

b. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan

c. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk

d. Pengembangan dada tidak simetris

e. Sianosis

10. Penyebab

a. Trauma dada karena luka tusuk benda tajam (mis., pisau, peluru) yang menyebabkan luka dada terbuka.

b. Trauma dada karena benturan benda tumpul yang menekan rongga dada

c. Komplikasi prosedur biopsi-aspirasi paru, fungsi pleura paru

d. Komplikasi pemasangan infus pada vena sentral

e. Penyebab spontan, penyakit asma, kondisi-kondisi yang menyebabkan inflamasi pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura (mis., CHF) , penyakit pulmonar obstruktif kronik (PPOK), dan ARDS

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumotoraks

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

f. Pernapasan

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun, perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1) Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.

Ditandai : Dispnea, takipnea

Perubahan kedalaman pernapasan

Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

Gangguan pengembangan dada

Sianosis, GDA tak normal

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.

KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.

Bebas sianosis dan hipoksia

· Intervensi :

a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.

b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.

c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.

d. Auskultasi bunyi napas

e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea

f. Kaji fremitus

g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.

h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.

· Rasional :

a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.

b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.

c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)

d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.

e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.

f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.

g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.

h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.

2) Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas

Perubahan kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori

Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels

Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien menunjukan bersihan jalan napas.

KH : Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/ jelas

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekles, ronki.

2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi

3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

7. Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol, Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)

8. Berikan fisioterapi dada

Rasional :

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekles basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres / adanya proses infeksi memanjang dibanding inspirasi

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.

8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekret kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasara paru.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum

Ditandai : Penurunan berat badan

Kehilangan massa otot, tonus otot buruk

Kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien menunjukan peningkatan nutrisi yang adekuat

KH : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering

Rasional :

1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.

2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang terpajan pada informasi.

Ditandai : kurang terpajang pada informasi

Mengekspresikan masalah, meminta informasi,

Berulangnya masalah

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.

KH : Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)

Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik

Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah

· Intervensi :

a. Kaji patologi masalah individu

b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik, istirahat, latihan.

d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

· Rasional :

a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotoraks spontan, insiden kambuh 10 %- 50 %.

c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.

BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan diuraikan tentang biodata klien, riwayat penyakit, dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien di ruang Public Wings Lantai 6 RSCM dari tanggal 9-13 Desember 208.

A. Gambaran Kasus

Klien Tn. K umur 33 Tahun, jenis kelamin laki – laki, agama Islam, suku Jakarta, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan Indonesia, klien bekerja sebagai Hansip (Penjaga Keamanan).

Klien masuk RSCM pada tanggal 29-06-08 karena keadaan klien semakin parah dan disarankan untuk rawat inap. Sebelumnya klien pernah berobat ke Puskesmas terdekat. Tapi karena di Puskesmas tersebut tidak memadai alat-alat dan obatnya maka klien dirujuk ke RSCM . Klien mendapat terapi amoxicyllin 3 x (gr IV selama 7 hari dari tanggal 3-9 Desember 2008 (terakhir hari ini) sebagai antibiotik, inhalasi dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi sesak dan sekret mudah keluar. Rencana streptomicyin 1 x 550 mg IM (menunggu evaluasi THT) sebagai antibiotik dan diet TKTP 2300 KKal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari untuk mengurangi terjadi edema.

Pengkajian Fisik

Data Klinik

DS : Klien mengatakan sebelum dirawat di RS, Klien kami mengalami kecelakaan dan pernah di operasi bagian dada sebelah kiri. Klien tidak pernah mengeluh sakit, tetapi tiba-tiba klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu.

DO : S : 36,10C, N : 84 x / mnt, RR : 22 x / mnt, TD : 110 / 70 mmHg, Kesadaran : CM terdapat luka bekas operasi di bagian dada sebelah kiri, badan klien kurus, batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6.

Nutrisi dan Metabolisme

DS : Klien mengatakan

- Makan satu porsi habis

- BB sebelumnya 45 Kg

- Makanan yang membuat alergi adalah ikan

DO : BBI : 54 – 66 Kg, Muntah (-), gigi caries (+), Konstipasi (-),Diare (-), Bising usus 21 x / mnt, hepar tidak teraba, lidah bersih, turgor kulit buruk.

Respirasi / Sirkulasi

DS : Batuk sejak ± 3 minggu, lemas.

DO : Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-), sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kaurmaul, kedalaman dangkal, fremitus kiri <>

Eliminasi

DS : Klien mengatakan

- Lancar, Keluhan (-)

- BAK Lancar, keluhan (-)

DO : Abdomen ; Kembang (-), bising usus 21 x / menit. BAB : pasien BAB 3 x / hari, konsistensi faeces : setengah padat, bau khas (-) karakter (-), frekuensi 4-5 x/hari, Rectum : tidak ada kelainan.

Aktivitas / latihan

DS : Klien mengatakan saat pertama masuk RSCM (tanggal 27-11-08) anaknya masih bisa berjalan sendiri.

DO : Kesinambungan berjalan kurang baik, bentuk kaki kiri & kanan simetris, tetapi terdapat bengkak pada telapak kaki, kejang (-).

Sensori Persepsi

DS : Klien mengatakan bahwa pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap pasiehn masih baik. Dan juga masih bisa merasakan sentuhan jika diraba.

DO : Dapat merespon rangsang cahaya dengan baik, orientasi baik, pupil isokor, konjungtiva anemis, pendengaran normal, penglihatan normal.

Konsep Diri

DS : Walaupun Klien seperti sekarang ini, klien tidak pernah mengeluh atau tidak pernah mengatakan sakit. Jika ditanya hanya menjawab seperlunya saja.

DO : Postur tubuh baik, perilaku banyak diam.

Tidur / Istirahat

DS : Klien mengatakan semenjak sakit justru tidur dan berbaring terus.

DO : klien sering tidur (karena penyakitnya atau karena mengantuk kurang terkaji)

Dampak hospitalisasi

- Pada klien (Tn. K) : tidak banyak bicara, yang dipikirkan harapan untuk cepat sembuh.

- Pada keluarga klien : Penghasilan keluarga menjadi terganggu karena sakit klien.

Tingkat perkembangan saat ini : dapat menjawab pertanyaan yang diberikan klien, klien tidak banyak bicara. Sosialisasi : Klien mengatakan, ia termasuk anggota remaja masjid disekitar rumahnya.

Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 9-12-08

· Anemia mikrositik hipokrom

· Leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000)

· Na : 132 mmol / l (N : 135 – 1147)

· Kalium : 2,9 mmo; / l (N : 3,10 – 5,10)

· Cl : 91 mmol / l (N : 95 – 108)

Penatalaksanaan

Klien mendapatkan terapi

- IVFD Nacl 0,9% 500 cc / S jam (20 ttr/mnt)

- Amoxicyllin 3 x / gr IV HT (Terakhir hari in)

- Ardan 3 x 2 gr (IV) Inhalasi Ventolin : Bisolvon : NaCl

1 : 1 : 1

- Diet TKTP 2300 kkal + ekstra putih telur 3x2 butir / hari

- Rencana Streptomicym 1 x 550 mg(IM) menunggu hari / evaluasi THT.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Dari data di atas penulis menemukan dan mengangkat 2 diagnosa, yang merupakan diagnosa aktual. Penulis melakukan implementasi dari tanggal 09-12-08 s/d tanggal 11-12-08, karena tanggal 11-12-08 klien pulang ke rumah dan dirujuk untuk rawat jalan.

Diagnosa keperawatan tersebut adalah :

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

DS : Klien mengatakan lemas, batuk sejak ± 3 minggu, merokok 1 ½ bungkus / hari dan sudah merokok sejak kelas 5 SD. DO : kulit pucat, batuk produktif, sputum kental berwarna putih dan fremitus kiri <>Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam pola nafas klien efektif. KH : Klien akan Menunjukan pola nafas yang efektif (tidak ada ronhi, secret kental) pola napas spontan, konjungtiva ananemis, fremitus, bunyi napas fermitus, bila batuk, napas dalam pertahankan posisi senyaman mungkin bagi klien (fowler atau semi fowler), Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 09-12-08 s/d 11-06-08 yaitu : mengatur posisi, observasi : fremitus, bunyi napas. Memberikan obat streptomicym (IM), mengganti balutan pada jaringan parut bagian dada sebelah kiri atas. Evaluasi : S : Keluhan dan Sesak (-). O : Pola nafas spontan, sputum berwarna putih ± 10 cc, A : Masalah teratasi, P : Intervensi dihentikan karena klien dirujuk untuk rawat jalan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada Tn. K dengan Penumotoraks di Ruang Public Wings Lantai VI RSCM pada pembahasan ini akan diuraikan definisi, rasinal, faktor-faktor pendukung serta solusi dari diagnosa yang ditemukan pembahasan ini meliputi :

Diagnosa Pertama :

Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental .

Definisi : Suatu keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.

Rasional : Tujuan dari pernafasan adalah untuk memberikan terapi inhalasi. Pernafasan normal dapat dicapai melalui ventilasi paru, apabila di dalam paru terdapat benda asing (mis.,sputum) sehingga diagnosa ini juga didukung adanya batuk-batuk pada klien, terdengar ronhi saat dilakukan auskultasi pernafasan RR : 22 x/mnt.

Implementasi : Mengatur posisi semi fowler, mengukur tanda-tanda vital, memberikan obat amoxicillin 3 x / gr (IV), observasi fremitus, bunyi napas, memberikan inhalasi mengganti perban pada jaringan parut di bagian dada atas sebelah kiri.

Batasan mayor : batuk tak efektif atau tidak ada batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas.

Batasan minor : bunyi napas abnormal, frekuensi, irama, kedalaman pernapasan abnormal.

Faktor Pendukung : Untuk menerima obat dan memperbanyak duduk.

Faktor Penghambat : Klien lebih banyak diam

Solusi : Melakukan komunikasi terapeutik

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. K yang mengalami / menderita penumotraks di Ruang Publik Wings lantai 7 RSCM, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

v Data yang ditemukan Tn. K yang menderita Pneumotraks tidak jauh beda dengan teori yang telah dibahas, yaitu dengan tanda yang utama adanya batuk lebih dari 3 minggu dan adanya ronkhi.

v Dari hasil pengkajian ditemukan 1 diagnosa keperawatan aktual yaitu : Pola nafas tidak efektif b.d secret yang kental dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat merokok. Intervensi dan implementasi keperawatan pada An. R telah disusun sesuai dengan yang dibutuhkan klien saat ini, sehingga saat melakukan implementasi tidak ditemukan kesulitan.

v Evaluasi dari satu diagnosa aktual pada Tn. K sudah dapat teratasi pada tanggal 11 Desember 2008

B. Saran

Berdasarkan perumusan dan hambatan yang dijumpai selama melakukan asuhan keperawatan penulis mengemukakan beberapa saran untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan yang mungkin dapat berguna bagi usaha peningkatan mutu pelayanan keperawatan di masa mendatang, saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Perawat dan keluarga dapat bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

2. Dengan tenaga perawat yang terbatas, perawat diharapkan dapat bekerja secara profesional dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai serta komunikasi yang sesuai dengan usia anak.

3. Mahasiswa untuk lebih memahami konsep-konsep asuhan keperawatan pada pasien Pneumotrak

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif,dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescutapius.

Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Vol.1. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Related Posts By Categories (^_^)

0 komentar:

Posting Komentar

JANGAN LUPA YA TINGGALIN KOMENTAR !!!TRIMS

 

Kuliah Keperawatan Kebidanan's Fan Box

Site Info

Kuliah Keperawatan Kebidanan Copyright © 2010 Community is Designed by Tyo